Tentang Budidaya Cabe

Cabai ataupun lombok( bahasa Jawa) merupakan sayur- mayur buah semusim yang tercantum dalam anggota genus Capsicum yang banyak dibutuhkan oleh warga bagaikan penyedap rasa masakan( Sunaryono, 2003). Salah satu tumbuhan cabai yang banyak dibudidayakan di Indonesia merupakan tumbuhan cabai merah. Cabai merah( Capsicum annuum L.) ialah komoditas sayur- mayur yang banyak digemari oleh warga. Karakteristik dari tipe sayur- mayur ini merupakan rasanya yang pedas serta aromanya yang khas, sehingga untuk orang- orang tertentu bisa membangkitkan selera makan. Sebab ialah sayur- mayur yang disantap tiap dikala, hingga cabai hendak terus diperlukan dengan jumlah yang terus menjadi bertambah bersamaan dengan perkembangan jumlah penduduk serta perekonomian nasional( Setiawati, 2005).



Cabai merah memiliki bermacam berbagai senyawa yang bermanfaat untuk kesehatan manusia. Isi vit dalam cabe merupakan A serta C dan memiliki minyak atsiri, yang rasanya pedas serta membagikan kehangatan apabila kita pakai buat bumbu( bumbu dapur). Sun et angkatan laut(AL).( 2000). memberi tahu cabai merah memiliki anti oksidan yang berperan buat melindungi badan dari radikal leluasa. Radikal leluasa ialah sesuatu kondisi dimana sesuatu molekul kehabisan ataupun kekeurangan elektron, sehingga elektron tersebut jadi tidak normal serta senantiasa berupaya mengambil elektron dari sel- sel badan kita yang yang lain. Isi terbanyak anti oksidan dalam cabai ada pada cabai hijau. Cabai pula memiliki Lasparaginase serta Capsaicin yang berfungsi bagaikan zat anti kanker( Kilham 2006; Bano& Sivaramakrishnan 1980).

Cabai merah( Capsicum annum L.) banyak dibudidayakan oleh petani Indonesia tidak hanya sebab khasiatnya untuk kesehatan pula sebab cabai merah mempunyai harga jual yang lumayan besar. Purwanto( 2007), melaporkan kalau cabai menempati urutan sangat atas diantara 8 belas tipe sayur- mayur komersial yang dibudidayakan di Indonesia sepanjang sebagian tahun teakhir ini. Oleh sebab itu permintaan cabai merah cenderung bertambah masing- masing tahunnya. Gani( 2011) berkata kalau, bersumber pada pemantauan harga disejumlah pasar terhadap komoditas cabai. Harga cabai merah keriting naik 25 persen dari Rp 40. 000/ kilogram jadi Rp 50. 000/ kilogram, cabai merah besar naik 50 persen dari Rp 40. 000/ kilogram saat ini jadi Rp 60. 000/ kilogram. Perihal yang sama pula berlaku buat cabai rawit yang naik 33 persen dari semula Rp 60. 000/ kilogram jadi Rp 80. 000/ kilogram. Permintaan hendak cabai yang bertambah dari waktu kewaktu ini menimbulkan cabai bisa diandalkan bagaikan komoditas ekspor nonmigas. Perihal ini teruji dari 6 besar komoditas sayur- mayur fresh yang diekspor( semacam bawang merah, tomat, kentang, kubis serta wortel) cabai tercantum salah satunya( Prajananta, 2007).

Bagi informasi statistik Indonesia tahun 2009, luas panen, penciptaan serta hasil perhektar cabai besar NTB merupakan 8, 08 ton/ ha, masih jauh di atas Bali yang hasil panen perhektaranya 11, 55 ton/ ha. Tetapi bila kita bandingkan dengan hasil panen perhektar cabai merah NTT yang jumlahnya sebesar 5, 87 ton/ ha, hingga penciptaan cabai merah NTB masih jauh lebih besar. Demikian juga bila kita bandingkan dengan pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi serta Maluku yang rata- rata hasil panen perhektarnya sebesar 6, 03 ton/ ha, 7, 56 ton/ ha, 5, 19 ton/ ha, 4, 00 ton ha serta 4, 57 ton/ ha, hingga hasil penciptaan tumbuhan cabai besar NTB masih jauh lebih besar( BPS- Indonesia, 2010).

Informasi statistik penciptaan tumbuhan cabai provinsi NTB pada tahun 2007 merupakan sebesar 2. 676 ton/ ha dengan luas areal panen sebesar 446 ha( BPS, 2007). Bila dibanding dengan informasi hasil sensus Tubuh Pusat Statistik Nusa Tenggara Barat tahun 2003- 2006 tentang penciptaan tumbuhan cabai NTB dengan luas areal tanam dimana pada tahun 2003 merupakan sebesar 488 ha bertambah jadi 810 ha pada tahun 2004. Pada tahun 2005 luas areal tumbuhan menyusut jadi 549 ha hingga pada tahun 2006 menyusut lagi jadi 455 ha( BPS, 2007). Penciptaan tumbuhan cabai merah berturut- turut merupakan sebesar 2. 179 ton pada tahun 2003 bertambah jadi 3. 904 ton pada tahun 2004. Setelah itu pada tahun 2005 produksinya menyusut sebesar 1. 867 ton serta pada tahun 2006 produksinya menyusut jadi 1. 825 ton( BPS 2007). Informasi diatas menununjukkan kalau penciptaan tumbuhan cabai hadapi penyusutan dari masing- masing tahunnya. Penyusutan penciptaan ini diakibatkan sebab terus menjadi berkurangnya luas areal tanam cabai merah. Dengan terus menjadi sempitnya luas areal tanam cabai ini menujukkan membawa kesempatan bisnis tumbuhan cabai merah meimilki prospek sebab suplai dari tahun ke tahun belum memadai( Bakarauddin, 2011).

Bertanam cabai dihadapkan dengan bermacam permasalahan( efek) antara lain: teknis budidaya, kekahatan hara dalam tanah, serbuan hama serta penyakit. Hingga dari itu butuh sokongan teknologi budidaya intensif baik itu terpaut dengan pemupukan, proses pengolahan lahan, pemeliharaan, ataupun penerapan- penerapan teknologi pas guna simpel dalam membudidayakannya( Prabowo, 2011).

Pemberian faktor hara yang pas cocok dengan kebutuhan, waktu tanam serta penempatan hara pada wilayah serapan pangkal pula jadi pendukung dalam keberhasilan budidaya tumbuhan cabai. Salah satu metode buat tingkatkan penciptaan cabai besar sekalian mengatasi bayaknya permintaan warga tersebut merupakan dengan manajemen pemupukan yang jadi bagian dari intensifikasi pertanian( Suriyadikarta, 2006).

Pemupukan ialah aksi yang bertujuan buat menaikkan faktor hara yang telah terletak dalam tanah, membagikan faktor hara yang memanglah belum ada dalam tanah serta mengubah faktor hara yang diangkut oleh tumbuhan lewat panen. Sebaliknya bahan penyubur tumbuhan yang ditambahkan kedalam tanah ataupun diberikan langsung kepada tumbuhan lewat penyemprotan pada permukaan daun diucap dengan pupuk( Mulyati serta Lolita, 2010).

Sejarah mencatat kalau pemakaian pupuk kimia tingkatkan penciptaan pertanian sebab teruji sanggup penuhi kebutuhan pangan penduduk dunia yang terus bertambah populasinya. Tetapi akibat pemakaian pupuk kimia yang terus menerus tersebut bisa mengusik penyeimbang kimia tanah sehingga produktifitas tanah menyusut( Soleh, 2011).

Pemakain pupuk kimia secara terus menerus menimbulkan terbentuknya residu yang kelewatan dalam tanah. Tumpukan residu pupuk ini dalam tanah hendak jadi toksin tanah yang menyebabkan tanah jadi sakit. Pada tanah yang sakit ini hendak terjalin degradasi mikrobia pengendali penyeimbang kesuburan tanah, ketidak seimbangan hara, serta timbulnya mutan- mutan hama serta penyakit tumbuhan.

Bagi Go Ban Hong( 1998), bermacam upaya program intensifikasi pada lahan sawah tidak lagi membagikan donasi pada kenaikan produktifitas lahan sebab sudah menggapai titik jenuh( Leveling Off) namun kebalikannya produktifitas lahan malah cenderung menyusut. Disamping itu pula pemakaian pupuk bagaikan salah satu sumber nutrisi tumbuhan apabila diberikan secara tidak bijaksana bisa menimbulkan penyusutan mutu serta penciptaan tumbuhan, bisa memunculkan pencermaran area hidup serta bisa merendahkan ketahanan natural tumbuhan melawan kendala area, hama serta penyakit.

Akibat dari Leveling off ini terjalin salah satunya pada penyusutan penciptaan tumbuhan cabai merah. Perihal ini teruji dari penyusutan kandungan total karbon( C) serta pemadatan ataupun pengerasan susunan olah tanah dibeberapa sentra penciptaan cabai di Indonesia. Di Berebes, Jawa Tengah, dosis pemakaian pupuk buatan tumbuhan cabai merah ditingkat petani merupakan sangat besar, ialah 320 kilogram Urea, 150 kilogram KCL, 686 kilogram CaO, 123 kilogram MgO, serta 919kg S/ ha. Jumlah pemakain pupuk ini sangat jauh melebihi dosis pupuk berimbang yang direkomendasikan oleh Balai Riset Tumbuhan Sayur- mayur( Balitsa), ialah 200 kilogram N, 150 kilogram P205 serta 100 K2O/ ha( Martodireso, 2011). Widadi( 2011) Pula mengatakan kalau akibat lain dari pemakaian pupuk buatan pada dosis yang sangat besar merupakan terbentuknya penimbunan( Penumpukan) sebagian logam berat serta nitrat pada produk sayur- mayur cabai merah. Sebab konsumsi pupuk buatan yang kelewatan sangat beresiko hingga aplikasi pupuk organik serta pupuk alam jadi alternatif dalam mengemabangkan pertanian yang ramah area.

Pupuk organik merupakan pupuk yang berasal dari sisa- sisa tumbuhan, hewan ataupun manusia semacam pupuk kandang, pupuk hijau, serta kompos baik yang berupa cair ataupun padat. Pupuk organik bertabiat bulky dengan isi hara makro serta mikro rendah sehingga butuh diberikan dalam jumlah banyak. Khasiat utama pupuk organik merupakan bisa membetulkan kesuburan kimia, raga serta biologis tanah, tidak hanya bagaikan sumber hara untuk tumbuhan. Secara lebih khusus keuntungan dari pemakaian pupuk organik antara lain: membetulkan struktur tanah, sumber faktor hara untuk tumbuhan, menaikkan isi humus tanah, tingkatkan kegiatan jasad renik, tingkatkan kapasitas menahan air( water holding capacity), kurangi erosi serta pencucian nitrogen terlarut, tingkatkan kapasitas ubah kation dalam tanah( Deviana, 2000), tingkatkan energi sangga( buffering capasity) terhadap pergantian ekstrem watak tanah, tingkatkan kerja mikrobia tanah dalam proses dekomposisi bahan organik. Suriadikarta( 2006) meningkatkan kalau pupuk organic hendak membentuk senyawa lingkungan dengan ion logam yang meracuni tumbuhan semacam Angkatan laut(AL), Fe, serta Mn.

Comments